16.8 C
Brussels
Rabu, Mei 15, 2024
BeritaMengungkap Plot Tak Terlihat: Aksi Sosial Denominasi Agama Minoritas di Spanyol

Mengungkap Plot Tak Terlihat: Aksi Sosial Denominasi Agama Minoritas di Spanyol

PENAFIAN: Informasi dan pendapat yang direproduksi dalam artikel adalah milik mereka yang menyatakannya dan itu adalah tanggung jawab mereka sendiri. Publikasi di The European Times tidak secara otomatis berarti pengesahan pandangan, tetapi hak untuk mengungkapkannya.

TERJEMAHAN DISCLAIMER: Semua artikel di situs ini diterbitkan dalam bahasa Inggris. Versi terjemahan dilakukan melalui proses otomatis yang dikenal sebagai terjemahan saraf. Jika ragu, selalu mengacu pada artikel aslinya. Terima kasih atas pengertian.

Meja baru
Meja baruhttps://europeantimes.news
The European Times Berita bertujuan untuk meliput berita yang penting untuk meningkatkan kesadaran warga di seluruh Eropa geografis.

Dalam analisis komprehensif mengenai aksi sosial denominasi agama minoritas di Spanyol, akademisi Sebastián Mora Rosado, Guillermo Fernández Maillo, José Antonio López-Ruiz dan Agustín Blanco Martín, mempublikasikan temuan mereka yang mengungkap di volume 3, nomor 2 dari “Cuestiones de Pluralismo” untuk paruh kedua tahun 2023.

Artikel ini menyoroti bahwa masyarakat Eropa telah mengalami transformasi besar dalam pengalaman keagamaannya, meskipun terdapat prediksi sosiologi sekularisasi yang memperkirakan kehancurannya. Dalam konteks ini, Spanyol menghadapi tantangan unik, yang ditandai dengan kecenderungan yang terus-menerus untuk menyembunyikan keberagaman agama. Menurut Díez de Velasco (2013), terdapat persepsi mengakar yang menghubungkan keberagaman agama dengan keasingan dan Katolik dengan ke-Spanyol-an.

Penelitian ini, didukung oleh Yayasan Pluralisme dan Koeksistensi, mengatasi minimnya pengetahuan masyarakat mengenai aksi sosial denominasi agama non-Katolik di Spanyol. Meskipun beberapa studi parsial telah dilakukan, namun penelitian tersebut disajikan sebagai inisiatif perintis dengan memberikan visi yang lebih lengkap tentang realitas sosial ini.

Dalam kerangka penelitian, partisipasi agama-agama seperti Budha, Evangelis, Iman Baha'i, Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir, Gereja Scientology, Yahudi, Muslim, Ortodoks, Saksi-Saksi Yehuwa dan Sikh disorot. Pendekatan ini mencakup analisis kuantitatif dan kualitatif untuk ‘memetakan’ tindakan sosial dari agama-agama tersebut, mengkaji sumber daya, persepsi dan nilai-nilai intrinsik.

Salah satu temuan utamanya adalah rendahnya visibilitas aksi-aksi sosial ini dibandingkan dengan negara-negara lain yang telah mempelajari analisis serupa. Temuan menunjukkan bahwa, secara umum, kelompok-kelompok keagamaan ini melaksanakan pekerjaan sosial mereka di tingkat lokal, dengan struktur kecil dan keterlibatan relawan yang kuat. Selain itu, pendanaan sebagian besar berasal dari sumber daya mereka sendiri, dengan dukungan terbatas dari sektor publik atau swasta.

Artikel ini juga menyoroti kompleksitas hubungan antara denominasi-denominasi ini dan administrasi publik. Meskipun beberapa denominasi menginginkan pengakuan khusus sebagai entitas keagamaan dalam bidang aksi sosial, hal ini dapat menimbulkan tantangan dalam hal sekularisme dan kebebasan hati nurani, serta bertentangan dengan prinsip kesetaraan dalam alokasi layanan publik.

Studi ini menggarisbawahi pentingnya aksi sosial yang terorganisir, dengan fokus pada program bantuan dasar dan aksi promosi sosial. Hal ini juga menyoroti kekhasan dukungan internal yang diberikan oleh denominasi-denominasi ini kepada para pengikutnya, sekaligus menjaga komitmen terbuka terhadap mereka yang tidak menganut keyakinan yang sama.

Salah satu permasalahan yang muncul dalam penelitian ini adalah persepsi bahwa tindakan sosial ini mungkin dimotivasi oleh dakwah. Namun, peserta kelompok fokus menekankan pemisahan antara aksi sosial dan dakwah, dan menganjurkan pentingnya memenuhi kebutuhan spiritual tanpa terlibat dalam praktik invasif.

Yang terakhir, para penulis menyimpulkan dengan menunjukkan perlunya membalikkan ketidakterlihatan pengakuan agama ini dan mendorong kolaborasi mereka dengan entitas aksi sosial publik dan sektor ketiga lainnya. Mereka menilai aksi sosial dapat menjadi ruang istimewa untuk menunjukkan dimensi publik dan sosial dari tradisi keagamaan tersebut, sehingga berkontribusi pada pembangunan masyarakat pasca-sekuler, plural, dan demokratis. Tugas ini, meskipun menantang, dianggap penting untuk membangun masyarakat di mana keragaman agama merupakan “reservoir of sense” (wadah makna) yang nyata bagi kewarganegaraan.

- Iklan -

Lebih dari penulis

- ISI EKSKLUSIF -tempat_img
- Iklan -
- Iklan -
- Iklan -tempat_img
- Iklan -

Harus baca

Artikel Terbaru

- Iklan -